Rabu, 16 Februari 2011

Tugas Bahasa Indonesia 1

1. Latar Belakang

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Kata “nalar” berasal dar kata bahasa Arab “nazara” artinya “melihat”. Berlainan dengan kata ra’ yang artinya melihat juga, kata ini mengisyaratkan bahwa menalar tidak sekedar melihat dengan mata, namun memandang sesuatu dari sudut logikanya. Dengan nalarnya, orang menghubungkan pengamatan (observasi berdasarkan empirik) dengan kejadian-kejadian yang ada di dunia ini. Kemudian, pengamatan dan kejadian tersebut menjadi suatu konsep dan pengertian baru.

2. Pembahasan

Metode dalam menalar

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.

Metode induktif

  • Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
  • Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
  • Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.

Karangan ilmiah kualitatif induktif dilandasi penalaran :

a) Observasi data

b) Menyusun estimasi (perkiraan desain)

c) Verifikasi analisis pembuktian

d) Pembenaran/komparasi konstan (terus menerus dan berkelanjutan sampai suatu simpulan)

e) Konfirmasi (penegasan dan pengesahan) melalui pengujian hipotesis

f) Hasil generalisasi/induksi

g) Desain penelitian (metode penelitian): proses pengumpulan data, pengolahan, hasil analisis data,sampai dengan simpulan

h) Analisis data,

i) Hasil analisis, dan

j) Simpulan deduktif : interprestasi atas hasil


Metode deduktif


Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial. Bagian ini membutuhkan pengembangan

Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.

  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :

  • The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
  • The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya.
  • The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
  • Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi.
  • Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.
  • General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.


Konsep dan simbol dalam penalaran

Penalaran juga merupakan aktifitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.

Prinsip-prinsip Penalaran

Prinsip-prinsip penalaran atau aksioma penalaran merupakan dasar semua penalaran yang terdiri atas tiga prinsip yang kemudian di tambah satu sebagai pelengkap. Aksioma atau prinsip dasar dapat didefinisikan: suatu pernyataan mengandung kebenaran universal yang kebenarannya itu sudah terbukti dengan sendirinya. Prinsip-prinsip penalaran yang dimaksudkan adalah: prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi, dan prinsip eksklusi tertii, dan sebagai tambahan pelengkap prinsip identitas adalah prinsip cukup alasan.

Prinsip identitas menyatakan: “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain. Dalam suatu penalaran jika sesuatu hal diartikan sesuatu p tertentu maka selama penalaran itu masih berlangsung tidak boleh diartikan selain p, harus tetap sama dengan arti yang diberikan semula atau konsisten. Prinsip identitas menuntut sifat yang konsisten dalam suatu penalaran jika suatu himpunan beranggotakan sesuatu maka sampai kapan pun tetap himpunan tersebut beranggotakan sesuatu tersebut.

Prinsip nonkontradiksi menyatakan: “sesuatu tidak mungkin merupakan hal tertentu dan bukan hal tertentu dalam suatu kesatuan”, Prinsip ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Dalam penalaran himpunan prinsip nonkontradiksi sangat penting, yang dinyatakan bahwa sesuatu hal hanyalah menjadi anggota himpunan tertentu atau bukan anggota himpunan tersebut, tidak dapat menjadi anggota 2 himpunan yang berlawanan penuh. Prinsip nonkontradiksi memperkuat prinsip identitas, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya.

Prinsip eksklusi seperti menyatakan bahwa “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Prinsip eksklusi tertii menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non p. Demikian juga dalam penalaran himpunan dinyatakan bahwa di antara 2 himpunan yang berbalikan tidak ada sesuatu anggota berada di antaranya, tidak mungkin ada sesuatu di antara himpunan H dan himpunan non H sekaligus. Prinsip ketiga ini memperkuat prinsip identitas dan prinsip nonkontradiksi, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya, dan jika ada kontradiksi maka tidak ada sesuatu di antaranya sehingga hanyalah salah satu yang diterima.

3. Simpulan

Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi daripremis.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Prinsip cukup alasan menyatakan: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, tetap sebagaimana benda itu sendiri jika terjadi suatu perubahan maka perubahan itu mestilah ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan itu.

SUMBER :

Gani, Ramlan. Disiplin Berbahasa Indonesia. Jakarta: Cetakan 1, 2010

http://massofa.wordpress.com/2008/01/31/logika-penalaran-dan-analisis-definisi/

http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/wacana/173-penalaran.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/filsafat_ilmu/bab6-penalaran.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar