Sabtu, 19 Maret 2011

Kesalahan Penerapan Ejaan

Di dalam kenyataan penggunaan bahasa masih banyak kesalahan bahasa yang disebabkan oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya, antara lain ialah adanya perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan sebelumnya yaitu tanda baca diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya membaca tulisan. Misalnya, tanda koma merupakan tempat perhentian sebentar (jeda) dan tanda tanya menandakan intonasi naik. Hal seperti itu sekarang tidak seluruhnya dapat dipertahankan. Misalnya, antara subyek dan predikat terdapat jeda dalam membaca, tetapi tidak digunakan tanda koma jika bukan tanda koma yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi. Perhatikan contoh (6) dan (7). Disitu terlihat bahwa intonasi kalimat tanya tidak semua harus naik. Intonasi kalimat tanya hanya akan naik jika kalimat itu tidak didahului oleh kata tanya (1-5). Namun, jika didahului kata tanya (apa, siapa, bagaimana, mengapa, dan kapan), maka intonasi kalimat tanya tersebut tidak naik (bahkan turun). Contoh:
(1) Engkau sudah lulus?
(2) Dia tidak ikut ujian?
(3) Engkau akan bekerja?
(4) Dia tidak mau bekerja?
(5) Engkau akan menulis surat permohonan kerja?
Bandingkan dengan kalimat tanya yang berikut:
(1a) Apakah engkau sudah lulus?
(2a) Siapa yang tidak ikut ujian?
(3a) Bagaimana kalau engkau bekerja saja?
(4a) Mengapa dia tidak mau bekerja?
(5a) Kapan engkau akan menulis surat permohonan kerja?
Di dalam konsep pengertian lama tanda baca berhubungan dengan bagaimana melisankan bahasa tulis, sedangkan dalam ejaan sekarang tanda baca berhubungan dengan bagaimana memahami tulisan (bagi pembaca) atau bagaimana memperjelas isi pikiran (bagi penulis) dalam ragam bahasa tulis. Jadi, bagi pembaca, tanda baca berfungsi untuk membantu pembaca dalam memahami jalan pemikiran penulis; sedangkan bagi penulis, tanda baca berfungsi untuk membantu menjelaskan jalan bagi penulis supaya tulisannya (karangannya) dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Misalnya, singkatan yang dipisahkan dengan tanda koma dari nama orang adalah singkatan gelar akademik, seperti Mustara S.H. Jika tidak dipakai tanda koma (Mustara S.H.) singkatan itu diartikan sebagai singkatan nama orang, misalnya, Mustara Hadi. Atau, bagian yang diapit tanda koma adalah keterangan tambahan. Misalnya, ‘unsur yang pernah menjuarai All England delapan kali’ dan ‘mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup’ dalam contoh berikut adalah keterangan tambahan (6) dan keterangan aposisi (7). Rudi Hartono, yang pernah menjuarai All England delapan kali, menjadi pelatih PBSI.
(8) Prof. Dr. Emil Salim, mantan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup mengatakan bahwa kita harus menjaga kelestarian alam.
Berikut dikemukakan beberapa kesalahan bahasa yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan tanda baca, khususnya tanda koma.
1. Tanda Koma di antara Subjek dan Predikat
Ada kecenderungan penulis menggunakan tanda koma di antara subyek dan predikat kalimat jika nomina subjek mempunyai keterangan yang panjang. Penggunaan tanda koma itu tidak benar karena subjek tidak dipisahkan oleh tanda koma dari predikat, kecuali pasangan tanda koma yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi sebagaimana dikemukakan pada contoh (6) dan (7). Oleh karana itu, penggunaan tanda koma dalam contoh-contoh berikut tidak benar.
(8) Mahasiswa yang akan mengikuti ujian negara, diharapkan mendaftarkan diri di sekretariat.
(9) Tanah bekas hak guna usaha yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut, akan ditetapkan kemudian pengaturannya.
(10) Kesediaan negara itu untuk membeli gas alam cair (LNG) Indonesia sebesar dua juta ton setiap tahun, tentu merupakan suatu penambahan baru yang tidak sedikit artinya dalam penerimaan devisa negara.
(11) Para wajib pajak uang dalam batas waktu yang telah ditentukan tidak mengembalikan surat pemberitahuan (SPT), akan dikenai sanksi yang berupa denda atau hukuman.
Unsur kalimat yang mendahului tanda koma dalam keempat contoh itu adalah subyek, dan unsur kalimat yang mengiringi tanda koma itu (secara berturut-turut ‘diharapkan, merupakan, akan ditetapkan, dan akan dikenai’) adalah predikat. Oleh karena itu, penggunaan tanda koma itu tidak benar. Keempat kalimat itu dapat diperbaiki dengan menghilangkan tanda koma itu.
2. Tanda Koma di antara Keterangan dan Subyek
Selain subyek, keterangan kalimat yang panjang dan yang menempati posisi awal juga sering dipisahkan oleh tanda koma dari subyek kalimat. Padahal, meskipun panjang, keterangan itu bukan anak kalimat. Oleh karena itu, pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar, seperti terlihat dalam contoh berikut.
(12) Dalam suatu pernyataan singkat di kantornya, pengusaha itu membantah bekerjasama dengan penyelundup.
(13) Dalam rangka peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, kita akan mengadakan sayembara mengarang tingkat SMTA.
(14) Untuk keperluan belanja sehari-hari, mereka masih bergantung kepada orangtuanya.
(15) Dengan kemenangan yang gemilang itu, pemain andalan kita dapat memboyong piala kembali ke Tanah Air.
Unsur kalimat yang mendahului tanda koma itu adalah keterangan yang bukan merupakan anak kalimat meskipun panjang. Oleh karena itu, tanda koma tersebut dihilangkan, kecuali jika penghilangan tanda koma itu akan menimbulkan ketidakjelasan batas antara keterangan dan subyek seperti dalam contoh berikut.
(15) Dalam pemecahan masalah kenakalan anak kita memerlukan data dari berbagai pihak, antara lain dari pihak orangtua, sekolah, dan masyarakat tempat tinggalnya.
Kalimat (15) itu dapat menimbulkan salah pengertian karena batas keterangan tidak diketahui secara pasti apakah (15a), (15b), atau (15c) berikut:
(15a) Dalam pemecahan masalah kenakalan // anak kita …
Keterangan ————- Subyek
(15b) Dalam pemecahan masalah kenakalan anak // kita …
Keterangan ————- Subyek
(15c) Dalam pemecahan masalah kenakalan anak kita // …
Oleh karena itu, perlu digunakan tanda koma untuk membatasi unsur keterangan itu dari subyek (atau unsur kalimat yang berikutnya) seperti (15d) berikut.
(15d) Dalam pemecahan masalah kenakalan anak, kita memerlukan data dari berbagai pihak, antara lain dari pihak orangtua, sekolah, dan masyarakat tempat tinggalnya.
Tanda koma juga digunakan jika keterangan berupa anak kalimat, karena anak kalimat yang mendahului induk kalimat dipisahkan dengan tanda koma dari induk kalimat meskipun hanya berupa unsur yang pendek (16) dan (17). Dan, sekali lagi, tanda koma itu tidak digunakan untuk memisahkan keterangan dari subyek kalau keterangan itu bukan anak kalimat (18) dan (19) di bawah ini.
3. Tanda Koma di antara Predikat dan Objek
Objek yang berupa anak kalimat juga sering dipisahkan dengan tanda koma dari predikat. Pemakaian tanda koma seperti itu juga tidak benar karena obyek tidak dipisahkan dengan tanda koma dari predikat. Amatilah contoh berikut.
(16) Tokoh pendidikan uang telah pensiun itu mengatakan, bahwa kegiatan anak remaja harus diarahkan pada pertumbuhan kreativitas.
(17) Ibu tidak menceritakan, bagaimana si Kancil keluar dari sumur jebakan itu.
(18) Mereka sedang meneliti, apakah sampah dapat dijadikan komoditas ekspor.
(19) Kami belum mengetahui, kapan penelitian itu akan membuahkan hasil.
Unsur kalimat yang mengiringi tanda koma itu, yang didahului oleh konjungsi ((16) ‘bahwa’ dan kata tanya (17) ‘bagaimana’ (70) ‘apakah’, keempat kalimat tanya itu dihilangkan, sebagaimana dikemukakan di atas di antara obyek dan predikat tidak digunakan tanda koma, kecuali tanda koma yang mengapit keterangan yang berupa anak kalimat (20-21) atau tanda koma yang memisahkan kutipan dari predikat induk kalimat (22-23).
(20) Pejabat itu menegaskan, ketika menjawab pertanyaan wartawan, bahwa kenaikan harga sembilan bahan pokok akan ditekan serendah-rendahnya.
(21) Seorang pedagang mengatakan, sambil melayani pelanggannya, bahwa naiknya harga barang-barang sudah dari agennya.
(22) Pedagang yang lain mengatakan, “Kenaikan harga barang memang bukan dari kami.”
(23) Dia menjelaskan, “Sejak dua hari yang lalu pihak agen sudah menaikkan harga.”
Tanda koma dalam kedua contoh pertama (20-21) mengapit keterangan yang disisipkan di antara predikat dan obyek. Jadi, tanda koma dalam kedua kalimat itu bukan pemisah obyek dari predikat, melainkan sebagai pengapit anak kalimat keterangan. Oleh karena itu, pemakaian tanda koma itu benar. Di dalam kedua kalimat terakhir (22-23) tanda koma digunakan untuk memisahkan kutipan langsung dari induk kalimat. Penggunaan tanda koma itu juga benar. Penggunaan tanda koma tidak dibenarkan jika obyek kalimat itu bukan kutipan langsung, seperti dalam contoh berikut.
(24) Tokoh tiga zaman itu menegaskan, perkembangan teknologi melaju terlalu cepat dalam dua dasawarsa terakhir ini.
(25) Dokter itu mengatakan, perkawinan usia muda membawa akibat pada keturunan.
Ada orang kaya yang beranggapan bahwa tanda koma itu sebagai pengganti konjungsi ‘bahwa’ yang mengawali anak kalimat obyek. Namun, hal itu menimbulkan pertanyaan apakah anak kalimat itu merupakan kutipan langsung. Jika kutipan langsung, tentunya anak kalimat ditulis dengan diapit tanda petik (24a) dan (25a)di bawah ini. Jika bukan kutipan langsung, anak kalimat itu perlu diawali ‘bahwa’ dan tanda koma dihilangkan (25b). Jadi, penggunaan tanda koma, sebagai pengganti konjungsi ‘bahwa’, dalam kedua contoh itu tidak benar, yang benar adalah yang berikut.
(24a) Tokoh tiga zaman itu menegaskan, “Perkembangan teknologi melaju terlalu cepat dalam dua dasawarsa terakhir ini.”
(24b) Tokoh tiga zaman itu menegaskan bahwa perkembangan teknologi melaju terlalu cepat dalam dua dasawarsa terakhir ini.
(25a) Dokter itu mengatakan, “Perkawinan usia muda membawa akibat pada keturunan.”
(25b) Dokter itu mengatakan bahwa perkawinan usia muda membawa akibat pada keturunan.
Bahan dikutip dari sumber:
Judul Buku : Berbahasa Indonesia dengan Benar
Judul Artikel : Kesalahan Diksi
Penulis : Dendy Sugono
Penerbit : Puspa Swara, Jakarta, 2002
Halaman : 201 – 205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar